Film Alpha ini mengisahkan petualangan Keda (Kodi Smit-McPhee). Putra kepala suku Tau (Jóhannes Haukur Jóhannesson). Yang sedang bersiap untuk berburu banteng liar. Alias bison. Sebagai persediaan makanan kala musim dingin menerjang.
Namun, sialnya, saat sedang berburu untuk pertama kalinya tersebut, Keda tertanduk bison. Lalu terjatuh ke dalam jurang. Bocah ababil itu pun terpisah dari ayah dan kelompoknya. Yang kemudian menganggapnya sudah tewas dalam perburuan debutnya tadi.
Akan tetapi, nasib berkata lain. Ternyata, Keda masih hidup. Dalam kondisi terluka, ia berusaha survive di alam liar. Termasuk, bertahan dari serangan gerombolan serigala ganas. Yang salah satunya berhasil ia lukai. Hingga, pada akhirnya, ia hanya tinggal berdua dengan serigala yang terluka tadi.
Namun, lambat laun, dua makhluk berbeda spesies tersebut, yang semula bermusuhan itu, mulai saling bergantung satu sama lain. Mereka kemudian menjadi sahabat. Lalu bahu-membahu untuk menemukan jalan pulang ke rumah. Sebelum musim dingin menerkam!
Btw, Alpha, sejatinya, merupakan sebutan bagi pemimpin kawanan serigala. Yang, biasanya, berdiri sendiri dan terpisah dari lainnya. Namun, dalam film ini, Alpha dijadikan nama serigala liar. Yang, akhirnya, menjadi sahabat yang menemani Keda bertualang.
Premis film historical adventure ini, sebenarnya, biasa saja. Perjuangan seorang bocah ababil, tanpa pengalaman, untuk bertahan hidup di alam liar. Tokoh utamanya pun hanya Keda. Dan serigala Alpha. Yang diperankan oleh Chuck. Seekor anjing berusia lima tahun. Yang berjenis Czechoslovakian Wolfdog.
Namun, kisah film yang tergolong klise dan sederhana ini, ternyata, berhasil menyentuh hati para kritikus. Ketika dirilis di Amerika (pada bulan Agustus 2018 yang lalu), mayoritas kritikus memuji film berdurasi 97 menit ini. Alpha dinilai mampu menggerakkan emosi para penonton. Banyak hikmah yang bisa diambil dari kisah persahabatan Keda dan serigalanya dalam film ini.
Selain itu, visualisasi yang ditampilkan di layar juga sangat mempesona. Sinematografinya memanjakan mata. Sutradara Albert Hughes memang sangat efektif dalam menggambarkan kondisi Eropa pada masa prasejarah. Mulai dari padang pasir, savana, hingga kerlap-kerlip auroranya. Semuanya tampak begitu nyata. Lengkap dengan suara alam dan auman hewan buasnya. Yang tak hanya bikin galau, tapi juga mencekam.
Alhasil, meski jalan ceritanya terkesan agak lambat, film rilisan Sony Pictures ini dinilai tidak membosankan. Sutradara Albert Hughes sukses meramu berbagai aspek visual, penokohan, serta hubungan antara Keda dan Alpha menjadi sebuah karya sinematik yang apik. Yang, akhirnya, berhasil menyentuh hati para penontonnya.
***
Alpha
Sutradara: Albert Hughes Produser: Albert Hughes, Andrew Rona Penulis Skenario: Daniele Sebastian Wiedenhaupt Pengarang Cerita: Albert Hughes Pemain: Kodi Smit-McPhee, Jóhannes Haukur Jóhannesson Musik: Joseph S. DeBeasi Sinematografi: Martin Gschlacht Penyunting: Sandra Granovsky Produksi: Columbia Pictures, Studio 8, The Picture Company Distributor: Sony Pictures Releasing Durasi: 97 menit Genre: Adventure, Drama Kategori Usia: PG-13 (13+) Budget: USD 51 juta Rilis: 17 Agustus 2018 (Amerika Serikat), 21 September 2018 (Indonesia)
0 Komentar